Hipertensi Sekunder: Mengenal Penyakit Penyerta yang Memicu Kenaikan Tekanan Darah

Sebagian besar kasus tekanan darah tinggi yang terjadi pada orang dewasa diklasifikasikan sebagai hipertensi primer (esensial), yang berkembang seiring waktu tanpa penyebab medis yang teridentifikasi secara jelas. Namun, ada bentuk hipertensi lain yang lebih jarang dan sering terabaikan, yaitu Hipertensi Sekunder. Kondisi ini adalah peningkatan tekanan darah yang secara langsung disebabkan oleh penyakit atau kondisi medis lain. Mengenal dan mengidentifikasi Hipertensi Sekunder sangat penting karena penanganan yang efektif tidak hanya berfokus pada penurunan tekanan darah, tetapi juga pada pengobatan penyakit penyerta yang menjadi akar masalahnya. Deteksi dini bentuk hipertensi ini seringkali membutuhkan pemeriksaan yang lebih mendalam dibandingkan hipertensi biasa.

Hipertensi Sekunder harus dicurigai terutama pada individu yang didiagnosis hipertensi pada usia yang sangat muda (di bawah 30 tahun) atau yang tekanan darahnya tiba-tiba melonjak dan sulit dikendalikan meskipun sudah menggunakan beberapa jenis obat antihipertensi. Salah satu penyebab paling umum dari Hipertensi Sekunder adalah penyakit ginjal kronis. Ketika ginjal—organ yang vital dalam mengatur cairan dan garam dalam tubuh—rusak, ia tidak dapat membuang kelebihan cairan dan natrium secara efisien, yang secara langsung meningkatkan volume darah dan tekanan. Contoh konkret, pasien yang menjalani dialisis atau memiliki riwayat infeksi ginjal kronis sering kali mengembangkan hipertensi sebagai komplikasi.

Selain penyakit ginjal, gangguan endokrin (hormonal) juga merupakan pemicu utama. Tiga kondisi endokrin yang patut diwaspadai adalah Sindrom Cushing, yang menyebabkan kelebihan hormon kortisol; Hiperaldosteronisme primer, yaitu produksi berlebih hormon aldosteron yang memicu retensi garam; dan Feokromositoma, tumor langka yang melepaskan adrenalin berlebih. Misalnya, kasus diagnosis Hipertensi Sekunder akibat Hiperaldosteronisme sering ditemukan pada pasien yang mengalami tekanan darah tinggi sekaligus kadar kalium yang rendah. Diagnosis penyakit penyerta ini memerlukan tes darah spesifik untuk mengukur kadar hormon, dan terkadang, pencitraan seperti CT-Scan atau MRI.

Pada tanggal 15 Mei 2025, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam (PAPDI) mengeluarkan panduan yang merekomendasikan dokter untuk melakukan screening penyakit ginjal pada semua pasien hipertensi baru di bawah usia 40 tahun. Hal ini bertujuan untuk memastikan tidak adanya Hipertensi Sekunder yang terlewatkan. Penanganan Hipertensi Sekunder seringkali sangat berbeda; misalnya, jika penyebabnya adalah penyempitan arteri ginjal, tindakan pembedahan atau intervensi vaskular untuk melebarkan arteri mungkin diperlukan. Dengan mengobati penyebab utama, seperti tumor atau disfungsi hormon, tekanan darah pasien seringkali dapat kembali normal atau jauh lebih mudah dikendalikan, yang menggarisbawahi pentingnya diagnosis yang akurat dan spesifik.

Related Posts